Tuesday, August 26, 2008
Buku Bersampul Biru
Berpikir….berpikir…
Kesunyian menyergap, hanya suara jangkrik dan binatang malam menyeruak masuk menghalau sepi. Lampu 5 watt tergantung malas diatas, melambai sesekali saat selarik angin masuk menyusup melewati jendela kamar yang terbuka. Pena masih menempel erat ditangan, bergerak keatas kebawah dengan cepat saat telunjuk dan jempol mempermainkannya. Kertas diatas meja masih putih, belum tercoret oleh tinta.
Berpikir…berpikir…
Alis berkerut, mata nanar menatap kertas, sedang pikiran masih berkelana tak bertujuan arah. Tangan kiriku meraih sebuah buku berwarna biru dirak buku dekat bahu kiriku, satu satunya barang yang masih tersisa disana. Kuamati warna biru yang sedikit memudar pada sampulnya,mungkin karena debu. Sebuah judul mengingatkan aku akan sebuah kisah yang telah lama, kisah yang sepertinya ingin aku kubur, manghapus dan melupakannya.
“Selamat ulang tahun Gebe, semoga panjang umur dan sukses selalu “ Kau merangkulku, merengkuhku dalam pelukanmu, dan dengan lembut tangan halusmu menjabatku. Aku melambung, anganku melayang. Wajahmu terlihat manis, dengan senyum yang bagiku teramat manis malam itu. Dari balik punggung kau perlihatkan sesuatu kepadaku. Bungkusan persegi dengan kertas pink sebagai pembalutnya, ada pita dan sebuah kartu ucapan tertempel di sana.
“ Ini untukmu, sudah lama sepertinya aku ingin menyerahkannya kepadamu, dan sekarang sepertinya saat yang tepat” kau menyerahkannya padaku. Aku hanya bisa tersenyum. Kau memang wanita tercantik, terkasih, dan tersayang. Sepertinya tak seorangpun wanita di dunia ini, mampu menyamai mu, kecuali ibuku tentunya.
“Apa ini?” aku mencoba mereka dan menebak, isi bungkusan berwarna pink, yang kini telah berpindah ketanganku.
“ Bukalah” ujarmu singkat.
Berpikir…berpikir…
Aaah!, otakku terasa buntu, tanganku seolah kaku. Tak selarik garispun yang bisa aku gambarkan di atas kertas putih ini. Ku coba buka satu lembaran buku bersampul biru itu. Hampir satu minggu, sejak hari ulang tahunku aku tak berani kembali membuka buku itu. Entahlah, seperti ada perasaan bersalah yang terus menggelayut dipikiran saat membaca judulnya, bahkan mengamati setiap isi yang tercetak dilembaran bergaris birunya.
“ Sungguh aku tak bisa…“ aku hanya bisa mendesah, beban ini terasa berat bagiku. Tapi apa mau di kata, aku harus melakukannya. Kuletakkan pena di atas meja, kemudian dengan kedua tangan, aku menyisir rambutku kebelakang. Kau memang wanita tercantik, terkasih dan tersayang. Namun perbuatanmu seolah tak mampu menyambung kata ma’afku untuk terlantun kepadamu. Padahal beberapa teman telah memperingatkan aku sebelumnya tentang tabiatmu, namun entah aku tak pernah menggubrisnya, aku seperti terhipnotis oleh segala pesonamu, bagiku kau baik tak ketus seperti yang mereka katakan, buatku kau lembut tak judes seperti yang mereka prasangkakan. Namun apa mau di kata, satu kenyataan pahit harus aku tempuh. Aku harus meninggalkanmu. Biarlah rasa ini aku kubur sendiri, dibatas hati yang semestinya terisi oleh lembaran kehidupan bahagia bersamamu. Karena aku terlampau segan meski hanya sekedar bertatapan denganmu.
Pertemuanku denganmu sungguh bukan sebuah kesengajaan. Saat suatu sore di bulan Maret yang berangin. Berbekal satu - satunya sepuluh ribu yang tersisa di kantong, aku sengaja datang ketempatmu, alasan… mungkin bisa aku karang selama perjalanan menuju ketempatmu, namun niat bulatku untuk bertemu denganmu mengalahkan segala logika dan etika yang berlaku,
“Ada kopi ? “ tanyaku sesaat setelah kita saling bertegur sapa, kebetulan hari itu engkau ada, ngga sopan!, tapi biarlah, cinta telah mengalahkan logika, bahkan pikiran waras sekalipun.
“ Ada, terus apa lagi ?” tanyamu seolah tak terganggu dengan ketidak sopananku.
“ Kue kering boleh deh kalau ada “ benar-benar ngelunjak, aku seperti kesetanan. Tak sadar bahwa aku ketempatmu hanya berbekal uang sepuluh ribu saja. Dan apa katamu nanti jika tahu bahwa aku hanya membawa sepuluh ribu saja. Ah! itu di pikir belakang saja, pikirku.
Pertemuan itu singkat namun membekas bagiku, dan aku menyangka kau pun memiliki perasaan yang sama denganku, sebab saat aku berpamitan tadi, sekilas kulihat kau menuliskan sesuatu di bukumu, dan otak warasku mereka-reka bahwa itu mungkin buku harianmu, mungkin kau tulis disana kesanmu akan pertemuan singkat kita tadi. Ah mengingatnya membuat aku semakin sesak saja.
Berpikir…berpikir…
15 menit berlalu tanpa kejadian apa-apa, aku masih asyik membolak-balik buku bersampul biru, kuamati setiap lekuk tulisan tanganmu disana, tanpa sedikitpun mencerna makna dibalik tulisannya. Ah!, aku terlalu takut untuk mengira-ngira berapa banyak isinya, entah dapat pikiran darimana, otak warasku tiba-tiba saja menjernih, memberikan aku sebuah ide, menawarkan aku sebuah jalan keluar, yang tentunya tak seorangpun diantara kita akan tersakiti. Cepat kuambil pena yang tergeletak diatas meja, kemudian dengan pasti kutuliskan sebuah kalimat diatasnya.
Teruntuk Shinta beserta orangtua
Waktu seminggu yang kamu beserta orangtuamu berikan rasanya sudah cukup buat aku untuk menimbang, memikirkan yang kemudian berujung pada sebuah keputusan. Berat memang awal yang harus aku tempuh, namun pada akhirnya keadaanlah yang akhirnya memaksaku untuk memutuskannya, sebelumnya aku meminta ma’af yang sebesar-besarnnya, apabila jawaban yang nantinya aku berikan membuat kamu maupun orang tuamu merasa dikecewakan, sungguh semua semata karena keadaan yang memang memaksa aku harus berbuat demikian, jadi aku harap jawaban ini bisa membuatmu maupun orangtuamu bisa mengerti dengan keadaan yang ada.
Memang benar kontrakan aku telah tertunggak selama hampir 2 bulan, ini semata bukan karena ada unsur kesengajaan, melainkan memang kiriman yang tak kunjung tiba dari kampung, aku harap kamu, bapak serta ibu bisa memakluminya. Sedangkan hutangku sebesar 150.000 ditokomu sepertinya memang belum bisa aku lunasi, dan alasanku pun tetap sama yakni keterlambatan kiriman dari kampung.
Jadi mungkin itulah jawaban dari aku. Aku hanya minta permaklumannya saja dari kamu, maupun bapak dan ibu sebagai pemilik kontrakan sekaligus pemilik toko. Dan aku berjanji untuk segera melunasi segala tunggakan maupun hutangku sesegera mungkin apa bila kiriman telah tiba.
Akhir kata, permohonan ma’af untuk terakhir kali dan semoga kamu dan keluarga bisa berkenan.
Salam
Gebe.
Aku hanya bisa tersenyum kecut, saat kembali membaca tiap kata dari surat yang aku tulis tadi, ku tengadahkan kepala sambil membayangkan senyum Shinta waktu itu, kala kubuka bungkusan berwarna pink hadiah ulang tahunku darinya untuk pertama kali . sebuah tulisan bertinta silver diatas buku bersampul biru yang secara otomatis telah membuyarkan anganku.malam di hari ulang tahunku, sebuah buku berjudul “ Catatan Hutang Anak Kos Mawar Berduri” telah mengoyak segala niatan yang kususun jauh hari. Niat mengajak Shinta, anak semata wayang pemilik kontrakan dimana aku tinggal, untuk menonton bioskop dihari ulang tahunku urung aku ungkapkan. dan kenyataan yang ada, aku malah dibuat malu oleh "surprise" yang di berikannya.
Kulipat rapi kertas suratku, dan dengan perasaan bersalah, kuselipkan lipatan surat kedalam buku bersampul biru. Sambil menggendong backpack yang telah penuh berisi baju, dan koper yang berisi buku aku berjalan menuju pintu. sekali lagi kusapu penjuru kamar dengan perasaan sedih juga bersalah, buku bersampul biru masih tergeletak diatas meja dan memang sengaja aku tinggalkan agar Shinta bisa menemukannya membaca suratku dan berharap dia mau mengerti.
" Please forgive me" lirih dan aku merasa suaraku hampir tak keluar.
malam itu aku pergi, bukan kabur, melainkan menenangkan hati yang telah tersakiti...halaah..ngga bisa bayar kok ya kabur..dasar Gebe geblek..
Tuesday, July 22, 2008
Pilihan
Dinni terpaku di sebuah gundukan tanah yang masih basah, tangannya tak henti meremas tanah liat di sebuah kuburan baru, sebuah nama di atas nisan membuatnya semakin sedih. tanpa terasa ada lelehan butir bening dari sela matanya mengalir membasahi pipi, di sekanya dengan punggung tangan. dinni menangis.
“ mengapa harus begini “ dinni bergumam dalam hati, perih ia rasakan, merutuk dunia yang di anggapnya sangat tidak adil, Ingatannya kembali pada masa dimana awal mula kejadian ini terjadi,
“ pokoknya mami ng mau tau, putuskan hubunganmu dengan nden titik! “
“ tapi mi, dinni ng tau dengan cowo pilihan mami, dinni ng cinta dia mi, dinni cinta nden ? “ dinni menangis sejadinya
“ halaah apa artinya cinta, emang kamu bisa makan dengan cinta “ maminya tak kalah sengit
“ mami tega mengorbankan kebahagian dinni “ dinni ingin berteriak menumpahkan segala kesal di hatinya, namun ia tak ingin di cap sebagai anak durhaka
“ ooh jadi kalo dengan nden kamu bisa bahagia gitu “ maminya melotot
“ setidaknya dinni mencintai dia mi “
“ cinta bisa belakangan, nden itu ng punya masa depan, lain dengan sakeaz, dia anak seorang pengusaha kaya, relasi papimu, hidupmu bakalan terjamin, dan dengan cinta, cinta akan datang saat kamu sudah menikah dengannya “ dinni ng nyangka, kalo maminya ternyata matre, tega - teganya “menjual” dinni demi sebuah harta gumam dinni dalam hati.
“ sudah lupakan nden !, tinggalkan dia! “ maminya pergi meninggalkan dinni yang sedang menangis di tempat tidur, dunia seperti mau runtuh saja.
Dinni menyeka air mata yang meleleh di pipinya, di dalam kamarnya dia menyendiri, seharian dia tak keluar kamar, seharian dia tak mau makan, bahkan seharian dia tak pergi kuliah, pikirannya kalut, matanya sembab karena sering menangis, apa aku kabur saja ?, dan pergi bersama nden ?, terlintas sebuah pikiran pintas di benaknya, tapi aku ng berani ?, kata orang hubungan tanpa restu orang tua tak akan langgeng, dinni jadi serba salah,
Dinni memikirkan nden. Memikirkan kisah cintanya yang tragis.
Tak terasa senja mulai merangkak menuju malam, angin dingin mulai berhembus mempermainkan korden jendela untuk menari melambai lambai di terpa tiupannya, dinni bergeming, dengan merapatkan tangan di dada, dinni menutup jendela, tatapannya jauh dan kosong, menumbus keluar jendela. Apa yang harus kukatakan ke nden ?, apakah dia bisa terima ini ?.
“ aku mau ngomong nden “ kata dinni suatu siang, di bawah pohon beringin di halaman kampus.
“ ngomong apa ?, sepertinya serius neh “ nden menatap dinni lekat lekat, dahinya berkerut, tapi senyumnya malah terkembang, seolah ini hanya sebuah lelucon, di raihnya tangan dinni dan di letaknyan di pangkuannya
“ sepertinya hubungan kita harus berakhir sampai disini “ dinni menunduk, setetes air mata yang tak terbendung jatuh jua
“ putus maksud kamu ?, aku ng ngerti, kita sudah jalan hampir 3 tahun, dan..dan tiba2 saja kau bilang hubungan ini berakhir, alasannya apa? “ nden dibuat bingung, pikirannya jadi gusar, seketika wajahnya berubah serius.
“ aku sudah di jodohkan nden, dan mami ng merestui hubungan kita “ dinni masih menunduk, telunjuknya menyapu sebuah tetesan airmata yang melekat di pipi.
“ what!, di jodohkan ? tapi.. “ nden tak melanjutkan kata katanya, stupid think, rutuknya dalam hati, kedua tangannya memegang kepala dan menyisirnya kebelakang,
“ aku ng tau musti ngomong apa ke kamu, tapi yang jelas, bukan kamu saja yang merasakan sakit nden, aku juga sama “ tangisnya pun pecah, dinni benar benar tak bisa membendungnya
“ iya tapi dinni, argggh!!!, kamu kan bisa ngomong kalo kita sudah jalan sama selama 3 tahun ? “ nden menatap dinni seolah menginginkan penjelasan yang lebih
“ sudah nden, tapi mami tetap pada pendiriannya, dia ng peduli dengan cinta kita, dan aku juga, ng mau menentang dia, aku takut kualat nden “ dinni menoleh, matanya basah, pipinya pun basah oleh airmata. Nden terduduk lemas, pikirannya kosong, serasa separuh nyawanya tercabut, bersama keputusan dinni, tanpa sepatah kata, nden berdiri, dan pergi meninggalkan dini, yang kini tertunduk dan tenggelam dalam tangisan, ma�afin aku nden, gumannya lirih.
Siang terik menyengat bumi, menancapkan cakar panasnya di jalanan beraspal, membakar ilalang kering, juga membakar hati dinni menjadi abu kepiluan, kisah cintanya dengan nden harus kandas, tanpa berlabuh di dermaga cinta yang pernah mereka hayalkan, usaha nden untuk merebut hati mami dinni pun useless, sia sia belaka, sedikitpun tak ada rasa simpatik di hati sang mami, dia terlanjur memandang sebelah mata terhadap nden, dinni yang mati matian mempertahankan cintanya pun akhirnya harus luluh, entah keputus asaan telah bersemayam dalam hatinya, atau telah tumbuh benih cinta yang lain saat pertama kali dia bertemu dengan sakeaz calon suaminya, dimatanya sakeaz adalah sosok pelindung, orang yang lebih romantis di banding nden, dan lebih untuk segala galanya, lambat laun dinni pun mulai tenggelam dalam rengkuhan sikap simpatik sakeaz, tapi entah kenapa dia belum bisa melupakan nden, saat berada di sisi sakeaz, dia bisa sejenak melupakan nden, namun di lain waktu, kala dinni seorang diri, pikirannya menerawang ke nden, ini yang membuat dia semakin bingung, hatinya mulai bercabang.
Sayangnya kini mereka jarang sekali bertegur sapa,dinni yang belum sempat mengucap kata ma�af ke nden , pun tak berani mengusiknya, dia takut nden akan mengacuhkannya, dia takut, nden akan semakin marah kepadanya.
Hari berganti hari bulan berganti bulan, tak terasa 6 bulan sudah dinni menjalin hubungan dengan sakeaz, namun di hati dinni masih belum juga berubah, di satu sisi dia masih sayang sama nden, dan satu sisi, dia tak ingin kehilangan sakeaz . Hingga suatu hari, dinni mendengar kabar, bahwa sakeaz masuk rumah sakit, mobilnya tabrakan di jalan tol dengan sebuah truck tronton pengangkut semen, dan keadaan sakeaz sekarang kritis, dinni yang siang itu sedang mencatat nama nama teman yang akan dia undang ke acara perkawinannya yang akan di langsungkan 6 bulan lagi, segera pergi kerumah sakit, hatinya was was, pikirannya kacau, konsentrasinya buyar.dengan tergesa dia mengendarai mobilnya dengan kencang
tiba tiba saja seorang pejalan kaki melintas jalan dengan tergesa, dinni yang kurang kosentrasi sontak kaget, diapun berusaha menghindar dengan membanting setir kekiri menghindari menabrak si pejalan kaki, namun sial, seorang pemuda yang sedang berdiri di pinggir jalan menunggu sebuah angkutan tertabrak olehnya, tubuh pemuda itu pun terpelanting beberapa meter kebelakang tanpa sempat menghindar. sebelum tergolek tak sadarkan diri, tubuh pemuda itu sempat menabrak pohon beberapa meter di belakangnya, dinni langsung menjerit, dia panic, setengah berlari dia menghampiri tubuh si pemuda yang tak sadarkan diri, tubuhnya menelungkup,dan wajah si pemuda menghadap tanah, tenggelam dalam darah yang seketika menggenang di sekitar kepalanya.
“ aduh toloong, tolong “ dinni berteriak panic, sambil memegang tubuh sang pemuda, dia berusaha membalik tubuh pemuda itu namun tenaganya kurang kuat, tak lama kemudian, beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu berhamburan menghampiri lokasi tabrakan, dua lelaki separuh baya mangangkat tubuh sang pemuda dan membalikkannya, dinni menjerit, diantara darah yang melumuri wajah si pemuda dinni mengenalinya,
“ nden!!” dinni histeris, segala macam pikiran campur aduk dalam benaknya, ternyata yang ia tabrak tadi adalah nden, perasaan bersalah kembali menderanya, kenapa?, kenapa bisa nden?, kenapa harus nden? tanyanya dalam hati, ada sedikit rasa syukur di hatinya, mendapati ada detak jantung di nadi nden, menandakan bahwa nden masih hidup.
“ pak pak tolong di bawa ke mobil saya pak, saya antar ke rumah sakit “, di sela kepanikannya dinni meminta tolong orang yang membalik tubuh nden tadi, untuk membawa kedalam mobilnya, mata dinni berkaca kaca, dua orang ikut serta memegangi tubuh nden yang lemas, dari hidung dan telinga, darah segar tak henti hentinya keluar, mobilpun segera melaju dengan kencang, di sebuah rumah sakit, dimana sakeaz di rawat, mobil itu berhenti, dan beberapa perawat yang melihat segera memberikan pertolongan, membawa tubuh nden ke ruang UGD, setelah memberikan beberapa lembar uang ribuan, ke kedua orang yang membantunya, dinnipun berlari mengejar kereta dorong yang membawa tubuh nden.
“ ma�af mbak, mbak ini siapa, dan siapa yang akan bertanggung jawab, atas pasien tadi ? “ tanya seorang perawat
“ eem saya temannya pak, saya yang bertanggung jawab “ dinni menjawab dengan gusar, wajahnya pucat
“ kalo begitu harap mengisi formulir dulu, dan tunggu di luar, mbak ng boleh masuk “ kata perawat itu dengan ramah, dengan perasaan was was, dinni pun menuju ruang administrasi, setelah semua beres, dinni pun balik keruang tunggu di luar ruangan tempat nden di rawat, dan berusaha menghubungi keluarga nden, mengabarkan kalau nden mengalami kecelakaan.
“ dinni, ngapain kamu disini, sakeaz di ruang sebelah “ tiba tiba sebuah suara mengejutkannya, dinni menoleh, ternyata, si farbee adik sakeaz, yang kebetulan lewat dan melihat dinni duduk sendiri diraung tunggu sebuah ruangan UGD, ditangannya ada beberapa kantong darah, sepertinya dia habis belanja darah.
“ eem, oh gitu yaah “ dinni pun berdiri dari duduknya, dan berjalan mengikuti farbee, dua orang yang ia sayangi mengalami musibah, dan dua duanya di rawat di rumah sakit yang sama, dengan perasaan ragu dinni pun meninggalkan nden ruang tempat nden dirawat, berjalan pelan mengikuti langkah farbee menuju ke ruang sakeaz di rawat.
Dinni melihat sekujur tubuh sakeaz terbalut perban, sebelah kaki dan tangan kanannya tergantung pada sebuah tali, sementara itu di sebelahnya tergantung se akntong infuse yang tinggal separo, dan sekantung darah yang masih penuh, sakeaz masih koma, mama sakeaz tak henti menagis di sebelah ranjang, sambil mengelus � elus tangan sakeaz, sementara papanya, berusaha menenangkan sang mama, dinni mendekat, matanya berkaca � kaca, dinni duduk di samping mama sakeaz,
“ kenapa bisa begini ? “ dinni bergumam lirih
“ sabar ya din, namanya musibah, kita berd�oa saja semoga sakeaz tidak apa apa “ papa sakeaz menyentuh pundak dinni, seolah ingin menengangkan dinni,
“ iya om “ suara dinni lirih, bahkan hampir tak terdengar, derail air matanya semakin deras mengalir, haruskah semua berakhir sedih, dinni semakin kalut,
“ bertahanlah sakeaz please demi dinni “ suara lirih dinni tenggelam dalam sesenggukan tangisnya. Namun tiba tiba dia teringat akan nden, yang di tinggalkannya sendiri dalam rawatan dokter, apakah keluarga nden sudah datang ?, setelah pamit dengan alasan ingin ke kamar kecil, dinni berderap menuju ke ruang nden di rawat.
Ternyata kosong, nden sudah di pindah dari ruang itu, saat itu juga keluar dari ruangan seorang pearwat yang sedang membawa nampan berisi obat obatan
“ mbak orang yang baru masuk karena kasus kecelakaan tadi kemana? “ tanya dinni, dia semakin was was
“ oh bapak nden, sudah di bawa keluarganya pulang mbak, nyawanya tak tertolong “ jawab si perawat, seketika dinni merasa lemas seluruh ruangan terasa berputar, dan dunia pun menjadi gelap, dinni pingsan.
Saat siuman dia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang serba putih, di sampingnya, mami dinni, dan papinya tersenyum.
“ dinni dimana mi ? “ tanya dinni Manahan pusing di kepala, dia berusaha bangun dari tempat tidur
“ kamu masih di rumah sakit, tadi farbee telpon, katanya kamu pingsan, makanya papimu pulang cepat, takut kamu kenapa � kenapa” jawab mami dinni sambil membatu dinni bangun dari tempat tidur.
“ nden mi, nden....” dinni tak sanggup meneruskan kata katanya, airmatanya langsung mengalir deras, rasa bersalahnya semakin bertumpuk
“ mami tau, tadi si farbee yang ngasih tau mami, setelah dia di beritahu oleh soerang perawat yang nolong kamu “ kata mami dinni, dinni menghambur memeluk maminya. Tangisnya semakin menjadi,
Angin sore senja hari, meniup daun kering, menggoyang rumput ilalang di padang gersang, tak ada kehidupan dalam keraguan, hanya desah tua sang airmata, teman para kesepian, bunga kamboja mulai bersemi, namun kelopaknya nampak layu dan mulai berguguran.
Dinni bangkit dari gundukan tanah basah, dimana nden terbaring dengan damai untuk selamanya. di sela derai air matanya dinni berucap lirih
“ ma�afkan aku nden ”
Dalam keheningan senja, diiringi desah semilir angin senja, seekor burung pipit terbang rendah, sendiri, mengepak sayapnya yang terluka, kicau pilunya menggema, membuat miris hati yang mendengar, harapannya hanya satu, semoga esok mentari membawa kesembuhan pada luka yang di deritanya.
Senjata Makan (mie) Tuan
berbekal kencreng dari tutup botol yang di gepengin, di paku longgar pada sepotong bambu, wanita jadi jadian itu mulai menyanyi, dengan gaya centil, dandan menor, tanpa malu dan segan dia menebar pesona keseluruh pembeli yang tengah antri di situ,
sesaat GB hanya cuek, asyik dengan mie pangsit yang tinggal separo di mangkuknya, namun lama kelamaan naluri isengnya terusik juga, setelah sekian lama, telinganya hanya menangkap syair yang berbunyi “ tereret jungkir balik” berulang ulang.
GB menoleh, tring!, set dah mata mereka bertemu..dan si cewe ngedipin mata gitu ke GB..weleh weleh..GB jadi grogi�xixixixi�busyet mimpi apa gw semalem di genitin ama bencong sial bener, GB langsung berpaling, dan meneruskan makan mienya
“ om..om�sawerannya man..na ? “ ya amplop, suara genit itu udah nyampe di belakang GB, dan seperti ada piling, GB ngeh kalo dirinyalah yang saat ini jadi target sarasan si cewe jadi jadian, alias banci, bencong, sheman, atau apalah sebutan yang laennya,
“ aih aih om somse deh, cakep cakep kok somse “( towel towel,)
amplop! punggung GB di towel towel,
lirak lirik sejenak, set semua mata tertuju padanya sekarang, GB menoleh.
“ boleh, tapi lagunya yang laen, masak dari tadi itu itu mulu lagunya”, tergoda juga akhirnya GB untuk ngerjain tuh cewe jadi jadian..
“ maunya lagu apa oom” suaranya semakin di bikin genit, dengan sebelah tangan yang di letakkan di pundak GB, si cewe makin manja, idiiiih, GB jadi risih�
“eem lagu dangdut bisa ng? “
si bencong mengangguk manja, sambil tersenyum nakal
“ kalo gitu lagu dangdut deh, terserah lagu apa? “ kata GB kalem
Si bencong menarik napas, bersiap untuk menyanyi untuk yang kedua kali�
“ jatuh bangun aku, mengejarmu�.” So far is so good, GB meneruskan makan mienya yang tinggal 3 suapan lagi
“ namun di rimu tak mau mengerti, tereret jungkir balik tereret jungkir balik “
GB langsung tersedak, set dah kok balik lagi
“ woi woi woi.. stop stop stop” seru GB seketika, orang orang langsung ngeliatin GB dengan muka penuh tanda Tanya..ini lagi transaksi kali yee mungkin begitu pikiran mereka..set dah
“ napa lagunya balik lagi ke tereret..? GB jadi kesal, ngerjain nih keknya si bencong
“ habis ekye ng tau terusannya seh om “ (towel towel),
kali ini pipi GB yang jadi sasaran, busyeeet, GB langsung menepis tangan tuh banci,
“ eits, ng boleh nakal ya, ntar di sentil neh” kata GB
“ hihihihi om lucu deh, jadi gemes ekye iiiiiih “( cubit cubit)
Weeks nih banci jadi ngelunjak, lagi lagi GB menepis tangan si banci dari pipinya
“ lagunya yang laen, awas harus bener kali ini, kalo ng ng di sawer ntar “ ancam GB
Si bencong manggut manggut
“ terus melangkah melupakanmu, belah hati perhatikan sikapmu “ weeits, cenggih juga nih bencong, nyanyi lagunya peterpan..GB ngikik
“ jalan pikiran mu buat ku ragu, tak mungkin ini tetap bertahan, tereret jungkir balik tereret jungkir balik “ lagi lagi GB melongo, nih bencong kaya jualan kaset ajah, lagunya sepotong sepotong�
merasa buntu Akhirnya GB pasrah merelakan duit serebuanya untuk di berikan ke si bencong
“ nih udahan ah, lagunya ng ada yang bener”
“ aih aih om�kok serebu seh, mana cukup buat beli bedak ? “ si bencong protes
“ ya ng usah dibeliin bedak, beli tepung ajah, biar murah mayan tuh bisa dapet 1 ons”
“ wew, om jahat ih, masak ekye di samain ama kue bolu, yang pake tepung, ng mau pokoknya, harus sepuluh rebu, soalnya om udah request lagu tadi, satu lagu bayarannya lima rebu “ set dah kena gw di palakin nih bencong
“ weeks, sepuluh rebu, lagu ng tamat semua lu minta bayaran sepuluh rebu enak ajah “ kali ini giliran GB yang protes.
“ ng mo tau pokoknya ekye mau di bayar sepuluh rebu, kalo ng ekye tereak neh.om udah ngisengen ekye” ancam si bencong�
Aduh�.GB mati kutu�dia merogoh saku kantongnya, dan mengeluarkan dompet, dan mencabut lembaran sepuluh ribu dari dompetnya
“ nih, sialan lu “ umpat GB
“ aih aih, kalo ngasihnya gini bukan nyawer namanya om, selipin dunk om? Amplop deh ah, nih bencong bener bener ngerjain gw..rutuk GB.
“ tereak neh kalo ng mau “ si bencong kelihatan ng sabar, melihat GB terdiam.
“ iya iya..di mana gw nyelipinnya ? “ Tanya GB kesel
“ di sini om “ kata si banci, sambil nunjuk dada palsunya,
busyet deh ah, GB nampak ragu,asli mimpi ape gw semalem,
ragu ragu GB menyelipkan duit sepuluh ribuannya di belahan baju si bencong,
wheeet! cepat sekali, tapi sayang, mata mata di sekitarnya udah kadung menyaksikan kejadian fenomenal ini sejak awal,
mereka mulai berexpresi, ada yang ngikik, ada yang malu malu ngeliat sambil ngikik juga, bahkan ada yang terang2an ngakak�.GB jadi malu, tanpa ba bi bu, setelah membayar pangsit pesanannya, GB langsung ngacir, ke parkiran
“ om, om, ekye kasih no HP ekye ya om, kali ajah besok besok om, butuh keye lagi! “ terdengar dari belakang si bencong teriak teriak, menarik labih banyak lagi pemerhati kejadian tadi,
busyet��..ampuuun deh,jadi senjata makan tuan gini, gw yang ngerjain, malah jadi di kerjain, ng lagi lagi ngerjain bencong..kapok !
Bukan Pejantan Tangguh
Daun – daun mulai mengering. Daun daun itu menguning, jatuh melayang tersapu angin maret di sore nan kering. Hujan telah hampir sepuluh purnama tak kunjung menyiram, desir basah angin dari kaki bukit pun seolah hanya penyejuk sebuah kehausan alam yang mulai meranggas terbakar matahari.
Jam 10:30
GB bangun siang, atau lebih tepatnya kesiangan, beruntung hari ini hari minggu, hingga dia tak perlu repot repot tergagap bangun untuk menyambar handuk dan meloncat segera kekamar mandi. Dia hanya menggeliat panjang merasakan persendian di seluruh tubuhnya melonggar nyaman, matanya yang bening berkaca-kaca setelah mulutnya menguap lebar, mengejap menatap kosong langit langit kamar, pikirannya kosong, hatinya hampa.
12:00
Suara sepeda motor yang terparkir di halaman rumah, menggugah rasa penasaran GB yang masih bermalasan di atas kasur sambil menikmati tayangan kartun di TV, setelah mandi tadi, pikirannya sedikit terbuka, meski sesaknya rasa yang menggumpal di dalam dada tak mampu jua dia usir, GB melongok keluar jendela. Dilihatnya Farbee dan Ebeng dibawah masih sibuk memarkir motor di depan teras rumah tempat kost GB. GB bergegas kearah pintu, bersiap membukakan pintu untuk kedua sahabat karibnya. Dan bersiap untuk curhat.
12:05
“ Woi ! bangun woi, jam segini masih molor “ seru Farbee dari arah pintu, GB hanya tersenyum, berusaha menyembunyikan rasa pahit yang mengganjal di hatinya.
“ Mau ikutan ngga ? kita mau nonton konsernya The Fly di lapangan Renon “ Ebeng yang muncul kemudian, segera menutup daun pintu dengan perlahan.
“ Males ah, hari ini gue mau di rumah aja “ GB menjawab dengan enggan, tak ada yang tau isi hatinya saat ini, tak ada yang tau keadaannnya saat ini.
“ Yah elu man, hari minggu gini ngga baik mendekam sendiri dalam kamar, mending di pake refresing, cuci mata…cuci mata “ ujar farbee yang telah merebahkan tubuhnya di ranjang, sementara tangannya memegang remote dan bersiap mengganti saluran TV.
“ Ayolah, gue bela – belain jauh jauh kesini, mau ngajakin elu, masak elu tolak… ngga asik lu man “ tambah Ebeng, dia meletakkan tas punggungnya di lantai dekat ranjang. GB terdiam, mungkin…mungkin ini bisa menjadi mengobat luka hati. Pikirnya dalam hati. Akhirnya GB pun mengangguk, rahasia ini masih terpendam di dasar hatinya, dan mungkin memang bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya ke Farbee pun juga Ebeng untuk saat ini.
13:45
Lapangan Renon, yang terletak di jantung
“Tapi kita
“ Tapi keakraban kita seolah mengikis kata “ baru kenal” yang kau ungkapkan tadi “ sanggah GB yang duduk di kursi di sebrang Ansy, jantungnya berdetak tak beraturan bahkan wajahnya membias ketakutan yang amat sangat. Memang benar, mereka baru berkenalan dua bulan yang lalu, tapi kesupelan Ansy dalam menjalin persahabatan, membuat dia mudah bergaul, dan cepat mendapatkan keakraban dari teman –teman baru di tempat kost.
“ Terus maunya GB apa ? “ suaranya lirih, namun mampu menyengat GB dengan aliran listrik 10ribu watt, inilah saatnya…inilah saatnya , kegusaran GB bertambah, sekarang atau tidak sama sekali. Gosip yeng beredar terlampau sulit untuk di sangkal
“Aku mau kejelasan hubungan kita, aku tak mau menggantung “ bibir GB bergetar, matanya menatap luruh kearah dahi Ansy “ never look into her eyes” begitu kira – kira sebuah nasehat yang pernah ia terima dari guru etika komunikasinya sewaktu di bangku sekolah dulu, memang diantara pria penghuni kamar di kost tempat GB, hanya GB lah yang terlihat lebih akrab dan lebih medra terhadap Ansy, pun juga demikian dengan Ansy terhadap GB, sehingga tak salah jika rumor yang beredar di lingkungan kost mengatakan bahwa GB telah menjadi pacar Ansy.
“ Menggantung gimana maksud kamu? “
“Aku hanya ingin memastikan posisiku dimatamu, agar aku juga tak terlalu berharap banyak kekamu “
“ Maksud kamu “ dahi Ansy mengernyit tajam, sungguh pernyataan GB membuatnya semakin pusing.
“Woi..man sadar…sadar, ngelamun mulu “ suara cempreng Farbee menyentakkan lamunan GB.
“Apaan “ GB menutup – nutupi rasa kagetnya.
“Resleting celana lu tuh kebuka “ seru Ebeng di tengah gemuruhnya music yang mengalun sementara matanya dengan cuek menatap lurus kedepan.
“ Hah! “ GB tergagap, sementara Farbee dan Ebeng cuma bisa ngakak, puas mengerjai GB. GB mengumpat panjang pendek.
16: 45
Konser belum kelar, tapi GB yang tak focus pada konser mengajak mereka untuk keluar. Gerutu teman – temannya karena mengajak keluar sebelum konser kelar, tak di gubrisnya. Siang itu GB seperti berada di dunianya sendiri. Di tempat parkir Farbee makin jengkel lagi, saat mendapati tutup busi motornya telah amblas di bawa maling, hari gini kok ya ada maling penutup busi, GB hanya geleng gelang kepala.Namun tak perlu lama untuk mencari penggantinya, diantara puluhan motor yang terparkir saat itu, gila! benar benar gila, Ebeng seolah tak peduli sekitarnya, aku hanya menatap mereka dengan perasaan ngeri, ngga lucu juga
“ Kita ketempat si Milladi aja yuk “ ajak Ebeng, setelah motor telah mulus kembali berjalan menyusuri jalanan beraspal jauh meninggalkan tempat konser, seolah melupakan kejadian barusan. GB sempat berpikir, gimana seandainya pemilik motor yang telah hilang tutup businya tadi adalah seorang cewe, kasihan juga
“Kamu menganggap aku sebagai apa ? “ Tanya GB, hatinya telah siap menerima jawaban terburuk sekalipun.
“ Yaa…aku menganggap kamu sebagai teman “ jeduaaar, jawaban itu seolah petir yang menyambar di lebatnya hujan bulan November, seketika GB menjadi lemas.
“ Sebatas itukah ? “ masih belum percaya, atau tepatnya GB masih belum bisa menerima pernyataan Ansy tadi.
“ Iya “ jawab Ansy pendek, dia sedikit bingung, dengan pertanyaan GB, sebenarnya ini ada apa sih ?, mungkin seperti itulah pertanyaan yang menggelayut di benak Ansy.
“Dengan segala keakraban yang terjalin selama ini ?, dengan kemesraan yang kau berikan ke aku selama ini ? “ GB masih berharap Ansy merubah pernyataannya tadi.
“ GB… sebenarnya semua ini tentang apa ?, apa yang mau kamu ungkapkan ke aku, jangan bertele – tele ? “ Ansy yang terus di selubungi kebingungan akhirnya membuka jalan.
“ Aku maunya kita jadian…” sedikit menggantung, namun tekad GB semakin bulat, sepertinya Ansy belum sadar akan arah pembicaraan mereka sedari tadi.
Diiiiin ! lagi lagi, sebuah klakson motor menyentakkan lamunan GB, GB menoleh. Dilihatnya di belakang Farbee dan Ebeng telah membelokkan motornya memasuki sebuah gang, sial ! sampai kelewatan, rutuk GB dalam hati. GB memutar motornya, dan menyusul motor Farbee yang telah berbelok memasuki halaman sebuah rumah. Tempat kos Milladi.
17 : 13
“ Aku bawa ini nih, ada yang mau nggak “ Ebeng mengeluarkan botol plastik dari dalam tas punggungnya, berisi cairan bening agak kekuningan. Setelah beberapa saat mereka masuk kedalam kamar Milladi, yang saat itu tengah asyik menyetrika baju kerja untuk besok.
“ Apaan tu ? “ GB mengamati cairan dalam botol dengan perasaan sedikit ngeri, jangan…jangan.
“
“Wah sorry gua ngga bisa nih, ntar ngga bisa pulang gua “ tolak GB dengan halus.
“ Ayolah man sedikit saja, untuk penghangat tubuh “ rayu Ebeng. GB kekeh menggeleng.
Ansy hanya tersenyum.
“ Bukankah kamu tahu GB, kalo aku masih punya pacar ? “
“ Iya aku tahu tapi
“Malah kalau aku bilang hubungan kalian sedang tidak harmonis saat ini “
“ Bagaimana kamu bisa menjudge hubunganku ngga harmonis dengan pacarku saat ini, kamu tau apa tentang hubungan kami !“ Ansy sedikit tersinggung, atau mungkin sedikit terpukul, sebab memang kenyataannya begitu, hubungan mereka saat ini memang kurang harmonis, pacar Ansy memang ngga suka dengan cinta jarak jauh, dan sedikit tak percaya, bahwa nantinya Ansy bakalan ngga selingkuh, makanya sementara Ansy di Bali, karena tuntutan tugas, mereka sepakat untuk break.
“Ma’af mungkin kamu lupa dengan apa yang pernah kamu bicarakan kemaren kemaren, tapi yang jelas, aku tak perlah lupa dengan ceritamu, sebab itu yang menjadi alasan kuatku untuk mendekatimu “ sedikit tenang, GB berusaha menenangkan Ansy, dan benar Ansy pun terdiam, entah apa yang di pikirkannya saat ini.
“ Tapi yang jelas aku tetap ngga bisa GB “
“ Berikan aku alasan yang kuat kenapa kamu ngga bisa “ GB terus memburu.
“ Sudah jelas
“Itu bukan alasan yang kuat, dan aku menganggap itu hanya sebuah pernyataan untukmu agar bisa menghindar dari kenyataan yang ada “ Ansy bungkam. Nih anak ngotot amat sih pikirnya.
“ Karena aku tak mencintai kamu “ habis akal, akhirnya pernyataan itu yang keluar dari bibir Ansy.
“ Bullshit!, setelah semua hari- hari yang kita lewati dengan kemesraan dan keakraban, kamu bilang tak cinta….”
“ Apa hakmu memaksa aku untuk mencintai kamu “ potong Ansy dengan ketus. Sekarang giliran GB yang terdiam.
“Memang bukan hakku, tapi apakah aku salah jika mengira dan menganggap bahwa kamu seolah – olah mencintai aku. Aku terlalu di butakan oleh sikapmu terhadapku selama ini, kamu boleh menganggap aku Ge Er atas sikapmu terhadapku, tapi apakah aku salah telah menganggapnya begitu ? “
“Yang jelas aku masih belum bisa GB, dan jangan paksa aku untuk menjawab itu sekarang “ wajah Ansy menampakkan keputus asaan.
“Tapi aku terlalu tersiksa dengan hubungan tanpa status kita saat ini Ansy, dan aku tak mau memperpanjang penyiksaan ini “. Sekarang atau tidak sama sekali, itu saja yang terus terngiang di telinga GB.
“ Baik kalau kamu memaksa, ada satu hal yang ingin aku tanyakan ke kamu, seandainya aku menerima apa yang akan kamu lakukan, dan jika aku menolak apa yang akan kamu lakukan ? “.
“ Duh nih anak dari tadi ngelamun mulu, lu kesurupan dimana sih ?” Ebeng menepuk bahu GB yang terpekur melamun sementara matanya menatap kosong kearah layar TV.
“ Eh apa ? “ lagi – lagi GB tergagap.
“ Tahu ah, lu kalo punya masalah ngomong dong ke kita – kita, siapa tau kita bisa membantu “ Ujar Farbee, matanya merah, pengaruh alkohol dari
“ Memangnya ada apaan sih “ Milladi yang ngga ngeh jadi penasaran.
“ Nih si GB dari tadi ngelamun mulu, kayaknya ada masalah dengan cewe nih anak “ kata Ebeng pengaruh alcohol dari arak yang diminum sepertinya juga telah bereaksi.
“Kalo soal cewe lu ngobrol ajah sama pakarnya ni “ kata Milladi sambil berlagak membenarkan kerah bajunya.GB tersenyum kecut, sepertinya rahasia ini mesti dia kubur jauh kedalam hatinya, melihat karibnya tengah asyik dalam dunia hayal pengaruh alcohol.
“Ah..ngga ada, gua ngga ada masalah apa-apa “ jawab GB ngeles, ketiga karibnya pun akhirnya terdiam, sadar bahwa GB tak mau berbagi masalah dengan mereka.
20:00
GB gelisah dalam kamarnya seorang diri, di atas ranjang tubuhnya tak mau diam, sebentar miring kekanan, sebentar kemudian miring kekiri.
“ Ya kalau kamu menerima, berarti kita jadian, dan keakraban serta kemesraan kita selama ini berlanjut, dan jika kamu menolak aku juga tak akan memungkiri bahwa mungkin hatiku akan terasa sakit, tapi bagaimana pun juga ada atau pun ngga ada dirimu di sisiku, kehidupanku akan terus berjalan, ngga mungkin kan, setelah kamu tolak besok jadi kiamat, tapi ma’af jika nantinya sikapku akan sedikit berubah ke kamu, tapi aku pastikan kita masih tetap berteman “ diplomatis, tapi sayang, jawaban itu tak sepenuh hati, kalimat – kalimat itu telah terukir jauh – jauh hari sebelum kejadian malam tadi, sebuah kalimat yang ia terima dari teman curhatnya sekaligus pembimbing dalam menghadapi wanita, bahkan perasaan menerima dari sebuah jawaban paling buruk sekalipun, itu mengapa GB sedikit tegar malam itu, untuk menghadapi jawaban Ansy yang paling buruk sekalipun.
“ Kok gitu ? “ Tanya Ansy
“ Ya gimana,
“ Ngga lucu “ Ansy merengut, nih anak aneh juga, pikir GB,
“Terus gimana ? “ GB melirik jam yang melingkar di tangannya, jam 12 malam, gila!.
“ Sepertinya, aku masih ngga bisa GB, ma’afin aku, tapi kita tetap berteman kok, dan aku harap sikapmu ngga berubah ke aku “ Akhirnya meluncur juga sebuah jawaban yang sedari awal GB telah siap menerimanya, Mata Ansy berkaca – kaca, GB sampai heran, apa yang sebenarnya dia inginkan ?, tak menerima cintanya, tapi mengharapkan hubungan mereka seperti kemarin –kemarin, bermanja- manja seperti sepasang kekasih, padahal status hanya seorang teman, perhatian yang lebih, hingga mau tidurpun mereka selalu berbalas SMS mengucap selamat tidur, mimpi yang indah, dan sebagainya.
“Baiklah, kalau memang keputusanmu seperti itu, aku masih bisa menepati janji untuk tetap menjadikanmu sebagai teman, tapi sekali lagi, ma’af, aku pastinya ngga bisa untuk tetap mempertahankan sikapku terhadapmu, selamat malam Ansy, semoga mimpi indah “ dengan senyum sebagai penutup, GBpun beranjak dari kursi di teras depan kamar Ansy, dan berlalu menuju tangga kelantai atas, sementara Ansy hanya menatap kepergian GB dengan perasaan yang tak kalah sakitnya, sungguh dia pun sebenarnya berat menolak GB, tapi tentu saja, dia tak mau di cap sebagai pacar yang selingkuh, meski status ia sendiri dengan pacarnya sedikit menggantung.
Apakah rinai hujan di awal bulan Desember mampu menyiram kerak tanah kering yang terbasuh teriknya matahari bulan Mei, ataukah kering ini hanya sebuah tujuan dari semi semi bunga Akasaia yang mulai mengelopak menyambut basah. Tak ada yang tahu bahkan sebuah jawaban bijak pun tak mampu meranggaskan daun jati untuk gugur menghunjam bumi.